Jumat, 18 Februari 2011

Istana Neuschwanstein,Jerman

Terletak di kaki rangkaian pegunungan
Alpen di perbatasan Austria dan Jerman,
dekat kota kecil bernama Füssen, istana ini
menjulang megah dan anggun. Di dekatnya
terdapat dua danau yaitu Alpsee dan
Schwansee. Untuk mencapai istana tersebut, bisa digunakan bis yang akan
mengantarkan pengunjung melalui jalan
yang berkelok-kelok indah mengelilingi
bukit atau dengan menggunakan kereta
kuda. Berjalan kaki bisa jadi pilihan juga.
Pemandangan di sekitarnya yang indah, memungkinkan berjalan kaki menjadi hal
yang menyenangkan, walaupun jalan yang
dilalui cukup terjal. Istana ini adalah istana musim panas yang
dibangun Ludwig II di dekat istana musim
panas kedua orang tuanya. Batu pertama
istana bergaya gotik ini diletakkan pada
tahun 1869. Pembangunannya sendiri
dihentikan pada tahun 1886, saat kematian sang raja. Begitu terpesonanya Ludwig II
terhadap opera-opera Wagner dan legenda
bangsa Germania, istana ini pun penuh
dengan lukisan cuplikan adegan dari
legenda-legenda dan syair-syair abad
pertengahan. Di antaranya adalah legenda Lohengrin, sang ksatria angsa. Sejak muda
Ludwig bahkan mengidentifikasikan dirinya
sebagai Lohengrin. Angsa (Schwan) menjadi
lambang kerajaan ini. Angsa yang dalam
mitologi Kristen bermakna „kesucian“ juga menjadi Leitmotiv istana ini. Dari mulai
pegangan pintu dan jendela, aksentuasi
pada tiang-tiang penopang, sampai ke
mozaik-mozaik yang dipakai untuk
menghias lantai serta kain-kain penutup
tempat tidur, kursi dan singgasana sang raja. Istana ini adalah mimpi sang raja untuk
hidup di dalam „negeri dongeng“. Dan ini sudah dimulai dari mulai letaknya yang
jauh di atas tebing sampai memasuki
ruang-ruang yang ada di dalamnya. Ruang
pertama yaitu ruang untuk pelayan yang
sangat sederhana dari segi hiasan.
Selanjutnya masuk ke ruang depan bawah (unterer Vorplatz) yang bernuansa biru
dengan dinding penuh dengan lukisan
cerita Sigurd-Sage yang berasal dari
kumpulan syair „Edda“. Sage ini bercerita tentang Siegfried dalam legenda
bangsa Germania Syair Nibelungen
(Nibelungenlied), yang diulangkisahkan
oleh Wagner dalam opera siklusnya „Ring des Nibelungen“. Ruang berikutnya adalah ruang singgasana
raja (Thronsaal). Berada di ruangan ini
membawa kesan seolah saya sedang
berada di sebuah gereja Byzantium. Dan
Ludwig II memang terinspirasi oleh Gereja
Allerheiligen di München dan Gereja Aya Sophia di Istanbul. Ruangan ini tidak hanya
dimaksudkan untuk menerima tamu saja,
tetapi Ludwig II memaksudkan ruang ini
sebagai ruang pusat yang suci, sebagai
tempat khayalannya. Mungkin saja Ludwig
II membayangkan dirinya sebagai Gralskönig Parzival jika berada di ruangan
ini. Namun, singgasana di ruangan ini tidak
pernah berdiri, karena setelah kematian
Ludwig II yang misterius di danau
Starnberger, pembangunan istana ini
dihentikan. Ludwig II adalah seorang raja penyendiri
yang sepertinya lebih memilih hidup dalam
„fantasinya “. Dia lebih suka memilih makan sendirian di ruang makannya yang
berhiaskan lukisan dari cerita Minnesang.
Meja makan di ruangan ini memiliki tempat
baki berkaki perunggu yang berukiran
tokoh Siegfried sedang berperang dengan
naga Fafnir. Jika ruang duduk istana ini bergaya roman,
ruang tidur sang raja dibangun dengan
hiasan-hiasan dari kayu bergaya gotik.
Dinding di kamar tidur ini dilukis dengan
gambar adegan dan tokoh dari opera
„Tristan und Isolde“. Akhir dari epos ini adalah diberikannya „racun cinta“ (Liebestrank) oleh Tristan pada Isolde dalam perjalanan membawa Isolde
pada calon suaminya: König Marke.
Keduanya meminum „racun“ ini dan memilih jalan akhir kematian, karena hanya
kematianlah yang bisa menyatukan
mereka. Di kamar ini pula, Ludwig II
ditangkap pada malam tanggal 12 Juni
1886. Di kamar dengan lukisan dari kisah
cinta yang tragis, terjadi pula dimensi tragis dari kehidupan nyata sang raja. Kamar tidur ini dilengkapi dengan kapel
kecil bergaya gotik tempat sang raja
berdoa. Altar, dinding dan lukisan kaca di
kapel ini menggambarkan kehidupan raja
Louis IX dari Perancis yang sangat dipuja
oleh Ludwig II. Ruang pribadi berikutnya adalah ruang ganti pakaian sang raja yang
berhiaskan lukisan dari cerita Minnesang
karya Walther von der Vogelweide dan
dari opera Wagner „Meistersinger von Nürnberg“. Ruang berikutnya adalah ruang duduk. Di
ruang ini terdapat juga ruang yang agak
menjorok ke belakang yang menjadi tempat
favorit sang raja untuk membaca. Ruangan
ini dipenuhi gambar dari cerita dalam opera
Lohengrin-Sage. Di dalam ruang duduk ini, angsa sebagai Leitmotiv istana tidak hanya
terdapat dalam lukisan dinding, melainkan
juga dalam tirai, kain pembungkus kursi,
taplak meja, patung angsa keramik sebesar
angsa asli, gagang pintu serta ukiran di
daun pintunya, juga dalam lampu gantung. Di antara ruang duduk dan ruang kerja
terdapat satu ruang berbentuk lorong
yang cukup aneh dan istimewa karena
tidak berbentuk ruang atau lorong biasa.
Ruang yang dinamakan Grotte ini dibentuk
seperti gua lengkap dengan stalaktit dan stalagmitnya. Gua tiruan ini terkesan
sangat natural karena dilengkapi pula
dengan air terjun kecil. Dilengkapi dengan
pencahayaan yang redup berwarna biru
dan kemerahan (warna daerah Bayern)
serta ditingkahi dengan suara gemericik air membawa kesan romantis. Dari ruang ini
sayup-sayup bisa terdengar suara musik
dari ruang musik (Sängersaal). Ruangan ini
rupanya adalah cerminan dari Venusgrotte
di Hörselberg dekat Eisenach. Di tempat ini
Tannhäuser harus menghadapi godaan Venus. Tentang cerita ini ditemukan di
ruang berikutnya, yaitu di ruang kerja sang
raja. Melewati „gua“ ini terdapat bagian yang agak menjorok di sebuah „tebing“. Bagian ini dilengkapi dengan pintu geser
dari kaca yang menuju ke Wintergarten
istana ini. Dari tempat ini orang bisa
melihat pemandangan daerah Alpen
Vorland yang indah. Jika di dalam Grotte saya seperti berada di
atas panggung pertunjukan opera
„Tannhäuser“, maka di ruang kerja sang raja, cerita opera ini ditampilkan di dinding.
Kisah Tannhäuser di dalam Venusgrotte ini
membuka opera Wagner „Tannhäuser“, yang selanjutnya digabungkan dengan
legenda tentang Sängerkrieg auf der
Wartburg. Gabungan dari kedua kisah ini
ditemukan di dalam ruang kerja sang raja.
Konflik dalam kisah ini seakan juga
mencerminkan konflik batin dan hidup Ludwig II yang misterius dan penyendiri. Di atas meja tulis di ruang kerja ini terdapat
hiasan bergambarkan kisah „Lohengrin“. Ludwig II yang benar-benar
mengidentifikasikan dirinya dengan ksatria
angsa (Schwanenritter) membuat dia
meminta Wagner memberikan keterangan
detil tentang pakaian sang ksatria dan dia
sering berpakaian seperti Lohengrin dalam kisah itu. Tangga utama di menara utara istana ini
berakhir di ruang yang memiliki tiang
penyangga utama berbentuk pohon kurma.
Ruangan berbentuk setengah lingkaran ini
berlukiskan kisah Gudrun, janda dari Sigurd.
Ruangan ini juga menjadi penghubung dengan ruang musik (Sängersaal). Sängersaal adalah ruangan terbesar di
istana ini. Ruangan ini berbentuk saal untuk
tempat pesta dan dilengkapi dengan
sebuah panggung dengan latar belakang
lukisan Gralskönig Parzival, ayah Lohengrin.
Ludwig II yang sangat katolik mendambakan kesatuan antara peran
sebagai seorang raja dan sebagai pendeta.
Oleh karena itu ia sangat terpesona pada
Parzival yang memenuhi gambaran
idealnya tentang kerajaan yang „suci“. Dia bahkan meminta Wagner untuk
menampilkan „Parsival “ di dalam pertunjukan perdana Festival Wagner di
Bayreuth pada tahun 1882. Namun, musik
Wagner tidak pernah sekalipun terdengar
di ruang ini pada saat sang raja hidup. Dia
tidak sempat menikmatinya, karena dia
meninggal sebelum istana ini selesai. Setelah 60 tahun kematiannya, barulah
konser musik Wagner dimainkan di ruangan
ini. Ludwig II memang sangat memuja Wagner
dan terkagum-kagum pada musik dan
operanya. Legenda bangsa Germania dalam
opera-opera tersebut begitu kuat tertanam
dalam imajinasinya. Keinginannya untuk
menampilkan kisah-kisah tersebut dalam rangkaian gambar di ruangan-ruangan
istananya mungkin bisa dibilang “gila”. Tapi “kegilaan” kadang bersentuhan pula dengan “kecerdasan” luar biasa. Perlu kemampuan interpretasi luar biasa
untuk mewujudkan hal ini. Dibantu oleh
para pelukis dan arsitek yang handal, dia
berusaha mewujudkannya dalam kesatuan
ruang dan gambar. Berada dalam istana ini memang seperti
menyaksikan opera-opera Wagner dalam
gambar yang bisu. Gambar bisu yang
menyimpan kemisteriusan kisah di balik
sosok seorang raja bernama Ludwig II.
Sosok bertinggi 1,90 meter, perenang handal yang ditemukan terapung di danau
Starnberger di pinggiran kota München
bersama dokter pribadinya. Sosok raja
yang misterius yang mengidentifikasikan
dirinya seperti Lohengrin. Sosok raja
dengan „kegilaan“ dan „kejeniusan“ yang obsesif mewujudkan kisah, syair,
saga, dan legenda dalam ruang-ruang
hidupnya. Membuatnya menjadi lebih
terkesan misterius. Berada di istana ini,
saya merasakan misteri yang
melingkupinya, dingin dan sepi yang mendekapnya, namun juga keromantisan
yang muncul menyelinap. Berada di istana
ini, saya bisa menerapkan tiga kata sifat
yang saya sukai: misterius, magis, dan
romantis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar